Musyda: PDM Sukoharjo Butuh Darah Muda

Melihat musyawarah daerah Muhammadiyah Sukoharjo periode Muktamar 48 tinggal dua bulan lagi, yang akan dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2023 di PCM Blimbing. Adapun tema Musyda yang akan di usung yaitu Memajukan Sukoharjo, Mencerahkan Semesta. Penulis sebagai kader muda Muhammadiyah dan Ketua Umum PC IMM Sukoharjo akan memberikan pandangan dan masukan terhadap musyawarah daerah Muhammadiyah tersebut.
Musyda Sukoharjo ini sangat menarik, karena mengingat Sukoharjo adalah tuan rumah Muktamar Muhammadiyah ke-48. Sehingga nilai dan semangat yang lahir di muktamar kemarin akan menjalar ke Musyda Muhammadiyah Sukoharjo.
Di antara nilai yang di hasilkan pada muktamar kemarin yaitu menghasilkan pemikiran yang di sebut dengan Risalah Islam Berkemajuan (RIB). Saya mengharapkan di Musyda Muhammadiyah Sukoharjo juga akan menghasilkan semangat pemikiran yang berkemajuan demi suksesnya gerakan Muhammadiyah di masa-masa yang akan datang.
Semangat musyawarah tidak hanya sekedar mengganti pengurus dan evaluasi satu periode, namun sebaiknya juga menghasilkan dan menghadirkan semangat pembaruan pemikiran di tingkat kabupaten Sukoharjo. Mengingat bahwa darah yang mengalir dalam tubuh gerakan Muhammadiyah adalah darah pembaruan, bukan darah yang bersifat stagnasi ataupun berkemunduran.
PD Muhammadiyah Sukoharjo Butuh Darah Muda
Musyda adalah ikhtiar dalam menatap secara serius kemajuan Muhammadiyah Kabupaten Sukoharjo. Olehnya dalam satu tarikan nafas yang sama dalam memajukan Muhammadiyah di Sukoharjo dibutuhkan sumber daya manusia yang berkarakter maju dan progresif. Ini bisa di tandai dengan hadirnya darah muda dalam pimpinan 11 PDM Sukoharjo di Musyda yang akan datang.
Mengapa demikian, karena darah muda sudah dapat di pastikan secara pemikiran cenderung maju dan secara gerakan akan lebih cepat dan akurat.
Sehingga sangat layak jika dari 11 (sebelas) calon pimpinan yang di pilih 6 (enam) di antaranya adalah darah muda.
Para ayahanda atau Pimpinan 11 (sebelas) yang telah menjadi Pimpinan selama dua periode sebaiknya memberi kesempatan akses kepemimpinan kepada calon pimpinan yang lebih muda. Seperti sebuah adagium yaitu “setiap zaman ada pemimpinnya” begitu juga dengan konteks di Muhammadiyah, harus ada kepercayaan kepemimpinan terhadap mereka yang lebih muda.
Bagi penulis, usia ideal dalam memimpin persyarikatan ke arah jauh yang lebih progresif yaitu mereka yang di pimpinan dengan usia 40-55 tahun.
Ada contoh perbedaan pendekatan dan semangat yang di lakukan oleh pemimpin yang cenderung muda di banding dengan pemimpin yang sepuh. Seperti yang terjadi di Korea Selatan, di tahun 1998 mengalami krisis moneter seperti yang di alami oleh Negara Indonesia.
Namun, coba lihat perkembangan Korea Selatan hari ini sangat maju, mengapa demikian karena Korea Selatan memiliki kepercayaan kepada anak muda dengan mengganti beberapa CEO perusahaan dari kaum tua menjadi kaum muda.
Lihat hasilnya beberapa perusahaan Korsel mampu mengalahkan beberapa perusahaan milik negara lain, misalnya Samsung perusahaan milik korsel berhasil menyingkirkan perusahaan media digital milik Jepang yaitu Toshiba, juga meninggalkan Handphone merek Nokia milik Finlandia yang sempat merajai pasar Handphone di dunia pada tahun 90-an sampai awal 2000-an.
Kolaborasi Kepemimpinan
Kolaborasi kepemimpinan antara darah muda dan darah tua perlu di terapkan, mengingat sejarah awal berdirinya Muhammadiyah, sengaja atau tidak kepemimpinan yang terjadi saat itu terjadi kolaborasi antara anak muda bernama Syuja’ berusia 30-an tahun dengan kiai Dahlan yang berusia 50-an tahun.
Kiai Syuja’ lahir pada 24 Agustus 1886 di kauman Yogyakarta, kemudian menjadi ketua PKU Muhammadiyah pertama di tahun 1920, di saat itu Kiai Syuja’ berusia 33 tahun kurang sebulan berusia 34 tahun.
Sedangkan Kiai Ahmad Dahlan lahir pada 1 Agustus 1868, beliau menjadi ketua Muhammadiyah saat berusia 44 tahun. Saat Syuja’ menjadi ketua PKU Muhammadiyah pertama, di tahun yang sama kiai Dahlan berusia 52 tahun, selisih 20 tahunan.
Jika sejarah saja berbicara seperti di atas maka selayaknya pengurus Muhammadiyah di tingkat daerah juga bisa meniru sistem kolaborasi tersebut, antara darah muda dengan darah tua yang sudah menjadi pengurus satu periode sebelumnya.
Di akhir tulisan ini, harapannya akan hadir nama-nama muda dan baru yang akan memimpin PDM Sukoharjo dengan segala keahliannya. Pada substansinya akan membawa PDM Sukoharjo meraih tema besarnya yaitu, “Memajukan Sukoharjo, Mencerahkan Semesta”. []
Penulis, Rahmat Rusma Pratama, SH
Ketum PC IMM Sukoharjo